Selasa, 07 Mei 2013

Adaftasi Fisiologi Fetus


Adaftasi Fisiologi Fetus

Pendahuluan
Saat-saat dan jam pertama kehidupan di luar rahim merupakan salah satu siklus kehidupan. Pada saat bayi dilahirkan beralih ketergantungan pada ibu menuju kemandirian fisiologi. Proses perubahan yang kompleks ini dikenal sebagai periode transisi. Bidan harus selalu berupaya untuk mengetahui periode transisi ini berlangsung sangat cepat.Adaptasi fisiologis bayi baru lahir sangat berguna bagi bayi untuk menjaga kelangsungan hidupnya di luar uterus yang artinya bayi harus dapat melaksanakan sendiri segala kegiatan untuk mempertahankan kehidupannya. Dalam hal ini yang sangat perlu diperhatikan adalah bagaimana upaya untuk menjaga agar bayi tetap terjaga kesehatannya, yang utama adalah menjaga bayi agar tetap hangat, mampu melakukan pernapasan dengan spontan dan bayi menyusu sendiri pada ibunya.


A.    Perubahan Sistem Respirasi
Gerak napas janin dapat terlihat pada umur kehamilan 12 minggu. Pada umur kehamilan 22 minggu, sistem kapiler terbentuk dan paru-paru sudah memiliki kemampuan untuk melakukan pertukaran gas. Pada saat aterm, sudah terbentuk  3-4 generasi alvoulus.
Pada umur kehamilan 24 minggu, cairan yang mengisi alvoulus dan saluran nafas lain. Pada minggu ini paru-paru mengeluarkan surfactant lipoprotein yang memungkinkan berkembangnya paru-paru janin setelah lahir dan membantu mempertahankan volume ruangan udara  di dalam paru-paru. Surfactant yang utama yaitu sfingomielin dan lesitin serta fosfatidil gliserol. Produksi surfactant ini akan memuncak pada umur kehamilan 32 minggu. Namun apabila seorang ibu mengalami dibetes gestasional produksi surfactanya hanya sedikit, pada praterm produksinya dapat dirangsang dengan pemberian kortikosteroid.
Pada umur kehamilan 34 minggu secara regular gerak napas janin yaitu 40-60x/menit dan di antara jeda adalah periode apnea.
Pada umur kehamilan 35 mingu, jumlah surfactant masih belum cukup dan menyebabkan terjadinya hyaline membrane disease (sindrom gawat napas yang terjadi pada bayi karena adanya protein dalam alveoli bayi). Semakin tua umur kehamilan semakin sering janin melakukan gerak napas intrauteri. Gerak napas janin dirangsanh oleh kondisi hiperkapnia dan peningkatan kadar glukosa.Steroid dan factor pertumbuhan terbukti merangsang pematangan paru melalui suatu penekanan penekanan protein yang sama (HoxB5), selain itu fosfolipid membantu dalam proses pematangan selular. Serta gerakan napas juga merangsang gen untuk aktif mematangkan sel alveoli.
Pertukaran gas atau oksigenase pada janin akan tetap sirkulasi maternal-fetal, melalui plasenta dan tali pusat. Pertukaran gas sebanding dengan perbedaan tekanan partial masing-masing gas dan luas permukan dan berbanding terbalik dengan ketebalan merman. Dimana dalam keadan ini plasenta disebut sebagai paru-paru janin intrauteri.
Tekanan parsial O2(PO2) darah janin lebih rendah dari ibu, namun karena darah janin mengandung HbF yang dapat mencukupi kebutuhan oksigen janin. PCO2 dan CO2 pada darah janin lebih tinggi dari pada ibu sehingga CO2 akan berdifusi dari janin ke ibu. Aktifitas pernapasan janin intrauteri menyebabkan cairan ketuban masuk ke bronkioli, sementara didalam alveolus terisi cairan alveoli.
Kondisi hipoksia berat pada kehamilan lanjut akan menyebabkan gaspig yaitu keadaan diman cairan amnion bercampur dengan mikonium yang masuk kebagian dalam paru bagian dalam.

B.     Sistem Gastrointestinal
Sebelum janin dilahirkan, traktus gastrointestinal tidak menjalankan fungsinya dengan sempurna. Perkembangan sistem gastrointestinal dapat dilihat pada umur kehamilan diatas 12 minggu melalui pemeriksaan USG. Pada umur kehamilan 14 minggu janin mulai menunjukan aktifitas gerakan menelan. Pada umur kehamilan 26 minggu enzim sudah terbentuk kecuali amylase yang akan terbentuk sempurna saat periode neonatal. Pada umur 26-28 minggu ini janin sudah menunjukan gerakan menghisap aktif.
Saat janin meminum air ketuban dan akan tampak gerakan paristaltik dalam usus. Protein dan cairan amnion yang ditelan janin akan menghasilkan mekonium dalam usus. Mekonium ini akan tetap disimpan dalam usus sampai janin dilahirkan, kecuai pada kondisi hipoksia dan stres akan tampak cairan amnion bercampur mekonium. Mekonium ini merupakan isi utama pada saluran pencernaan pada janin, akan tampak mulai usia 16 minggu.
C.    Perubahan Sistem Imunologi
Pada awal kehamilan kapasitas janin untuk menghasilkan antibody terhadap antigen maternal atau invasi bakteri sangat buruk. Respon imunologi pada janin diperkirakan mulai terjadi kira-kira pada minggu ke 20. Respon janin dibantu dengan transfer antibody maternal dalam bentuk perlindungan pasif yang menetap sampai saat pasca persalinan.
Terdapat 3 jenis leukosit yang terdapat dalam darah untuk antibody janin, yaitu :
1.      Granulosit                   : granulosit eosinofilik-basofilik dan neutrofilik.
2.      Limposit                      :T-cells [derivate dari thymus] dan B-cells [derivate dari sumsum tulang].
3.      Immunoglobulin (Ig)   : merupakan serum globulin yang terdiri dari IgG-IgM-IgA-IgD dan IgE.
Pada neonatus, limpa janin mulai menghasilkan IgG yang meningkat pada minggu ke 3-4 pasca persalinaan dan IgM. Perbandingan antara IgG dan IgM penting untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi Intra uteri. Kadar serum IgG janin aterm sama dengan kadar maternal oleh karena dapat melewati plasenta. IgG merupakan 90% dari antibody syang berasal dari ibu. IgM berasal dari jnin sehingga dapat digunakan untuk menentukan adanya infeksi intrauteri.

D.    Sistem Termoregulasi ( perlindungan termal )
Termoregulasi adalah kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara pembentukan panas dan kehilangan panas agar dapat mempertahankan suhu tubuh di dalam batas-batas normal. Bayi baru lahir mempunyai kecenderungan untuk mengalami stres fisik akibat perubahan suhu di luar uterus. Fluktuasi ( naik turunnya ) suhu di dalam uterus minimal, rentang maksimal hanya 0,6 °C sangat berbeda dengan kondisi di luar uterus. Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya sehingga akan mengalami stres dengan adanya perubahan lingkungan. Suhu dingin menyebabkan air ketuban menguap melalui kulit sehingga mendinginkan darah bayi. Bayi mungkin mencoba untuk meningkatkan suhu tubuh dengan menangis atau meningkatkan aktivitas motorik dengan merespon terhadap ketidaknyamanan karena suhu lingkungan lebih rendah. Menangis meningkatkan beban kerja dan penyerapan energi ( kalori ) mungkin berlebihan, terutama pada bayi yang mengalami gangguan.
Tiga faktor yang paling berperan dalam kehilangan panas tubuh bayi :
1.      Luasnya permukaan tubuh bayi
2.      Pusat pengaturan suhu tubuh bayi yang belum berfungsi secara sempurna
3.      Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas
Pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang kedinginan untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya. Pembentukan suhu tanpa menggigil ini merupakan hasil penggunaan lemak coklat yang terdapat di seluruh tubuh dan mereka mampu meningkatkan panas tubuh sampai 100%. Untuk membakar lemak coklat, seorang bayi menggunakan glukosa untuk mendapatkan energi yang akan mengubah lemak menjadi panas. Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi baru lahir dan cadangan lemak coklat ini akan habis dalam waktu singkat dengan adanya stres dingin. Semakin lama usia kehamilan, semakin banyak persediaan lemak coklat bayi. Jika seorang bayi kedinginan, dia akan mulai mengalami hipoglikemia, hipoksia, dan asidosis. Oleh karena itu, upaya pencegahan kehilangan panas merupakan prioritas utama dan bidan berkewajiban untuk meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru lahir. Suhu tubuh normal neonatus adalah 36,5-37,5 °C.
Stres dingin
Stres dingin menimbulkan masalah fisiologis dan metabolisme pada semua bayi baru lahir tanpa memandang usia kehamilan dan kondisi lain. Kecepatan pernapasan meningkat sebagai respon terhadap kebutuhan oksigen ketika konsumsi oksigen meningkat secara bermakna pada stres dingin.
Efek stres dingin yaitu ketika seorang bayi mengalami stres akibat udara dingin, konsumsi oksigen akan meningkat, terjadi vasokonstriksi perifer dan vasokonstriksi pulmoner sehingga pengambilan oksigen oleh paru-paru dan kadar oksigen menurun di jaringan. Glikolisis anaerobik meningkat dan terdapat peningkatan PO2 dan pH yang mengakibatkan asidosis metabolik
Bayi baru lahir dapat dengan cepat kedinginan jika kehilangan panas tidak segera dicegah. Bayi yang mengalami kehilangan panas ( hipotermia ) beresiko tinggi untuk jatuh sakit atau meninggal. Jika bayi dalam keadaan basah atau tidak diselimuti mungkin akan mengalami hipotermia meskipun berada dalam ruangan yang relatif hangat. Bayi prematur atau berat badan lahir rendah rentan terhadap terjadinya hipotermia.Hipotermia adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin.
Ada beberapa definisi mengenai hipotermia antara lain :
1.      Keadaan dimana seorang individu gagal mempertahankan suhu tubuh dalam batasan normal 36−37,5 ºC.
2.      Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami penurunan suhu tubuh terus-menerus dibawah 35,5ºC per rectal karena peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
1.      Kaki teraba dingin
2.      Kemampuan menghisap lemah
3.      Tangisan lemah
4.      Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata        
5.      Pernafasan lambat dan tidak teratur
6.      Denyut jantung lemah
7.      Kemungkinan timbul hipoglikemi dan asidosis metabolik
 Penyebab bayi rentan mengalami hipotermia :
1.      Jaringan lemak subcutan tipis
2.      Luas permukaan tubuh relatif lebih luas
3.      Cadangan glikogen dan brown fat sedikit
4.      Pusat pengaturan suhu tubuh bayi yang belum berfungsi secara sempurna
5.      Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas
6.      Bayi baru lahir tidak mempunyai respon menggigil pada reaksi kedinginan (Indarso, F, 2001)
7.      Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami hipotermi (Klaus, M.H et al, 1998)
Mekanisme kehilangan panas
Kehilangan panas tubuh pada bayi baru lahir dapat terjadi melalui mekanisme berikut ini.
http://lh4.ggpht.com/_W1T-3fX2hLQ/TbOVVk36zGI/AAAAAAAAAhw/TbRCMSriQ6Y/clip_image002_thumb%5B6%5D.jpg?imgmax=800

1.      Evaporasi
Evaporasi adalah hilangnya panas dari tubuh karena proses penguapan.
Bayi baru lahir yang dalam keadaan basah kehilangan panas dengan cepat melalui cara ini. Kerena itu, bayi harus dikeringkan seluruhnya termasuk kepala dan rambut sesegera mungkin setelah dilahirkan. Lebih baik bila menggunakan handuk hangat untuk mencegah hilangnya panas secara konduksi.
Contoh: penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh setelah bayi lahir karena tubuh tidak segera dikeringkan.
2.      Konduksi adalah pemindahan panas dari tubuh ke suatu objek melalui kontak langsung.
Kehilangan panas secara konduktif jarang terjadi kecuali jika bayi diletakkan pada alas yang dingin.
Contoh: menimbang bayi tanpa diberi alas.
3.      Konveksi adalah hilangnya panas dari tubuh ke udara sekitar yang sedang bergerak.
Kehilangan panas dengan cara ini terjadi saat bayi terpapar dengan udara sekitar yang lebih dingin. Suhu udara di kamar bersalin tidak boleh kurang dari 20 °C dan sebaiknya tidak berangin. Tidak boleh ada pintu dan jendela yang terbuka. Kipas angin dan air conditioning yang kuat harus cukup jauh dari area resusitasi. Troli resusitasi harus mempunyai sisi untuk meminimalkan konveksi ke udara sekitar bayi.
Contoh: bayi diletakkan di dekat kipas angin.
4.      Radiasi adalah pemindahan panas antara dua objek yang mempunyai suhu berbeda.
Kehilanagn panas secara radiasi terjadi saat bayi ditempatkan dekat benda yang mempunyai temperatur lebih rendah dari temperatur tubuh bayi. Panas dapat hilang secara radiasi ke benda padat yang terdekat, misalnya jendela pada musim dingin. Karena itu, bayi harus diselimuti termasuk kepalanya, idealnya dengan handuk hangat. Jika resusitasi aktif diperlukan, bayi sedapat mungkin diselimuti karena bayi yang mengalami asfiksia tidak dapat menghasilkan panas untuk dirinya sendiri dan kerenanya akan kehilangan panas lebih cepat.
Bayi pada saat baru lahir mempunyai suhu 0,5 − 1 °C lebih tinggi dibanding suhu ibunya. Sayangnya tidak jarang bayi yang mengalami penjurunan suhu tubuh menjadi 35,5 – 35 °C dalam 15 – 30 menit karena kecerobohan yang merawat bayi di ruang bersalin. Ruang bersalin seringkali tidak cukup hangat, dengan aliran udara yang dingin di dekat bayi ( yang berasal dari air conditioning di dekat troli resusitasi ), atau petugas tidak mengeringkan dan menyelimuti bayi dengan baik segera setelah dilahirkan. Sebagian besar penyulit pada nenonatus, seperti distres pernapasan, hipoglikemi, dan gangguan pembekuan darah lebih sering terjadi dan lebih berat bila bayi mengalami hipotermi.
Masalah tersebut dapat dicegah dengan melakukan persiapan sebelum kelahiran dengan menutup semua pintu dan jendela di kamar bersalin dan mematika peralatan pendingin ruangan yang langsung mengarah pada bayi. Suhu di kamar bersalin paling rendah 20°C dan harus lebih tinggi jika bayi prematur. Troli resusitasi dengan pemanas di atasnya dinyalakan, diletakkan di tempat yang paling hangat dan jauh dari aliran udara. Segera setelah dilahirkan, bayi dikeringkan dan kemudian diselimuti dengan selimut hangat. Membiarkan bayi dalam keadaan telanjang seperti memandikan atau saat melakukan kontak kulit ibu dengan bayi harus dilakukan dalam ruangan yang hangat (23–25°C) atau dibawah pemanas radian/infant radian warmer.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kehilangan panas :
1.      Mengeringkan bayi dengan seksama segera setelah bayi lahir.
Pastikan tubuh bayi dikeringkan segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas yang disebabkan oleh evaporasi cairan ketuban pada tubuh bayi. Keringkan bayi dengan handuk atau kain yang telah disiapkan di atas perut ibu. Mengeringkan dengan cara menyeka tubuh bayi, juga merupakan rangsangan taktil untuk membantu bayi memulai pernapasannya.
2.      Menyelimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering, dan hangat.
Segera setelah mengeringkan tubuh bayi dan memotong tali pusat, ganti handuk atau kain yang dibasahi oleh cairan ketuban kemudian selimuti tubuh bayi dengan selimut atau kain yang hangat, kering dan bersih. Kain basah di dekat tubuh bayi dapat menyerap panas tubuh bayi melalui proses konduksi.
Bayi harus tetap berpakaian atau diselimuti setiap saat agar tetap hangat walaupun sedang dilakukan tindakan, buka hanya bagian tubuh yang diperlukan untuk pemantauan atau tindakan.


3.      Menutup kepala bayi.
Pastikan bagian kepala bayi ditutupi atau diselimuti setiap saat. Bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup.
4.      Menganjurkan ibu untuk memeluk dan memberikan ASI.
Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh dan mencegah kehilangan panas. Anjurkan ibu untuk menyusukan bayinya segera setelah lahir. Sebaiknya pemberian ASI harus dimulai dalam waktu satu jam pertama kelahiran.
5.      Menunda menimbang bayi baru lahir.
Apabila akan meninbang bayi, timbangan harus diberi alas terlebuh dahulu.Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya (terutama jika tidak berpakaian), sebelum melakukan penimbangan, terlebih dulu selimuti bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering. Berat badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada saat berpakaian/diselimuti dikurangi dengan berat pakaian/selimut.
6.      Menunda memandikan bayi baru lahir.
http://lh3.ggpht.com/_W1T-3fX2hLQ/TbOVdTkCUPI/AAAAAAAAAh4/pThwKqJx00g/clip_image001%5B10%5D_thumb%5B9%5D.png?imgmax=800
Bayi sebaiknya dimandikan minimal enam jam setelah lahir. Memandikan bayi dalam beberapa jam pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia yang sangat membahayakan kesehatan bayi baru lahir.
7.      Menempatkan bayi di lingkungan yang hangat.
Bayi harus dirawat di ruangan yang hangat yaitu tidak kurang dari 25 °C dan bebas dari aliran angin.
8.      Bila ada sesuatu yang basah yang ditempelkan pada kulit (misalnya kasa yang basah), usahakan agar bayi tetap hangat.
E.     Adaptasi Fisiologis Sistem Metabolisme
Pada fetus metabolisme terjadi melalui plasenta, terutama pada saat kehamilan muda. Plasenta mensintesis glikogen atau glukosa untuk energi, kolestrol, asam lemak yang disintesis dari glukosa yang merupakan persediaan nutrisi dan energy untuk embrio. Selain itu plasenta juga cepat menyimpan lemak dan protein.
Pada minggu ketiga mulai terbentuk zat besi, hemoglobin yang 1/3nya disimpan di hati yang akan digunakan beberapa saat setelah lahir.
Pada akhir minggu keempat terjadi peningkatan penimbunan kalsium dan fosfat, terjadi periode pembuatan tulang (osifikasi) yang cepat dan berat badan fetus naik dengan cepat. Total kalsium dan fosfat yang dibutuhkn bayi pada masa gestasi yaitu 1/50 dari yang ad pada tulang ibu.
Pada fetus kebutuhan vitamin lebih besar daripada orang dewasa. Pada janin sudah terbentuk vitamin B12 dan folat yang berfungsi untuk pembentukan sel darah merah, pertumbuhan jaringan saraf, dan pertumbuhan fetus keseluruhan. Vitamin C berfungsi untuk pembentukan subtansi interseluler, terutama matrik tulang dan jaringan penunjang. Vitamin D berfungsi sebagai pertumbuhan tulang fetus, selain itu vitamin D juga disimpan di hati yang akandigunakan beberapa saat setelah lahir. Vitamin E berfungsi untuk perkembangan awal embrio. Vitamin K berfungsi sebagai pembentuk protrombin, vitamin K disimpan dalam hati yang didapat dari ibu untuk mencegah perdarahan saat lahir.

F.     Sistem Sirkulasi Darah Janin
Mengingat semua kebutuhan janin disalurkan melalui vena umbilical, maka sirkulasi menjadi khusus. Tali pusat berisi 1 vena dan 2 arteri. Vena ini menyalurkan oksigen dan makanan dari plasenta ke janin. Sebaliknya, kedua arteri menjadi pembuluh balik yang menyalurkan darah kea rah plasenta untuk dibersihkan dari sisa metabolism. Perjalanan darah dari plasenta melalui vena umbilical adalah sebagai  berikut : Setelah melewati dinding abdomen, pembuluh vena umbilical mengarah ke atas menuju ke hati, membagi menjadi 2 yaitu sinus porta ke kanan-memasok darah ke hati dan duktus venosus yang berdiameter lebih besar, akan bergabung dengan vena kava inferior masuk ke atrium kanan. Darah yang masuk ke jantung kanan ini mempunyai kadar oksigen seperti arteri meski bercampur sedikit dengan darah dari vena kava.
Darah ini akan langsung menyemprot melalui foramen ovale pada septum, masuk ke atrium kiri dan selanjutnya melalui ventrikel kiri akan menuju aorta dan seluruh tubuh. Darah yang berisi banyak oksigen itu terutama akan memperdarahiorgan vital jantung dan otak. Adanya Krista dividens sebagai pembatas pada vena kava memungkinkan sebagian besar darah bersih dari duktus venosus langsung akan mengalir kea rah foramen ovale. Sebaliknya, sebagian kecil akan mengalir kea rah ventrikel kanan. Darah dari ventrikel kanan akan mengalir kea rah paru. Karena paru belum berkembang, sebagian besar darah dari jantung kanan melalui arteri pulmonalis akan dialirkan ke aorta melalui suatu pembuluh duktus arteriosus. Darah itu akan bergabung di aorta desending, bercampur dengan darah bersih yang akan dialirkan ke seluruh tubuh.
Setelah bayi lahir, semua pembuluh umbilical, duktus venosus dan duktus anteriosus akan mengerut. Pada saat lahir akan terjadi perubahan sirkulasi dimana terjadi pengembangan paru dan penyempitan tali pusat. Akibat peningkatan kadar oksigen pada sirkulasi paru dan vena pulmonalis, duktus arteriosus akan menutup dalam 3 hari dan total pada minggu ke-2. Pada situasi di mana kadar oksigen kurang yaitu pada gagal nafas, duktus akan relatf membuka.
Darah janin
Darah janin mengalami proses pembentukan yang unik yaitu bermula diproduksi di yolk sac, kemudian di hati dan akhirnya di sumsum tulang. Eritrosit janin relatif besar dan berinti. Hemoglobin mengalami peningkatan dari 12 g/dl pada pertengahan kehamilan menjadi 18 g/dl pada aterm. Eritrosit janin berbeda dengan eritrosit orang dewasa secara struktur dan metabolik yaitu lebih lentur karena berada dalam viskositas tinggi, dan mempunyai banyak enzim. Eritropoesis janin dikendalikan oleh hormon eritropoetin janin. Terjadi peningkatan pada kondisi perdarahan, persalianan dan anemia akibat isoimunisasi. Volume darah diperkiraan 78 ml/kg berat,sedangkan isi darah plasenta segera setelah pemotongan tali pusat ialah 45 ml/kg.
Hemoglobin janin ialah suatu tetramen yang terdiri dari atas 2 pasang masing-masing rantai  dan alfa. Gen alfa berasal dari kromosom 16 sedangkan gen  berasal dari kromosom 11. Eritropoesis yang terjadi di yolk sac menghasilkan hemoglobin awal yaitu Gower 1,2 dan Portland, setelah eritropoesis beralih ke hati dihasilkan hemoglobin F, dan setelah  beralih ke tulang akan dihasilkan hemoglobin A sampai janin matur.
Ada perbedaan fungsi hemoglobin A dan F. Pada tekanan oksigen dan pH tertentu, HbF akan mengikat lebih banyak oksigen dibandingkan dengan HbA. Hal ini disebabkan HbA mengikat 2,3 disfosfogliserat (2,3 DPG) lebih kuat dibandingkan HbF sehingga afinitas HbA dengan oksigen lebih rendah. Karena kadar 2,3 DPG lebih rendah, afinitas oksigen janin menjadi lebih tinggi. Pada kehamilan aterm Hb lebih rendah dibandingkan kehamilan awal, yaitu ¾ masih berupa HbF. Namun, setelah kelahiran sampai 6 bulan HbF sangat menurun, sementara HbA mendekati kadar pada orang dewasa. Hal ini sangat dipengaruhi oleh peran glukokortikoid.

Perbedaan sirkulasi fetus dengan sirkulasi neonatal.
No.
Perbedaan
Sirkulasi fetus
Sirkulasi neonatus
1
Sirkulasi pulmonal
Aktif, kurang berkembang
Aktif, perkembangan meningkat
2
Foramen ovale
Terbuka
Tertutup
3
Duktus arteriosus botali
Terbuka
Tertutup
4
Duktus venosus arantii
Terbuka
Tertutup
5
Sirkulasi sistemik
Aktif dengan resisten rendah
Aktif dengan meningkatnya resisten


G.    Sistem Hematologi
Aliran darah fetal bermula dari vena umbilikalis, akibat tahanan pembuluh paru yang besar (lebih tinggi disbanding tahanan vaskuler sistemik=SVR) hanya 10% dari keluaran ventrikel kanan yang sampai paru, sedangkan sisanya (90) terjadi shunting kanan ke kiri melalui duktus arteriosus Bottali.
Pada waktu bayi lahir, terjadi pelepasan dari plasenta secara mendadak (saat umbilical cord dipotong/dijepit), tekanan atrium kanan menjadi rendah, tekanan pembuluh darah sistemik (SVR) naik dan pada saat yang sama paru mengembang, tahanan vaskuler paru menyebabkan penutuoan foramen ovale (menutup setelah beberapa minggu), aliran darah di duktus arteriosus Bottali berbalik dari kiri ke kanan. Kejadian ini disebut sirkulasi transisi. Penutupan duktus arteriosus secara fisiologis terjadi pada umur bayi 10-15 jam yang disebabkan kontraksi otot polos pada akhir arteri pulmonalis dan secara anatomis pada usia 2-3 minggu.
Pada neonates, reaksi pembuluh darah masih sangat kurang sehingga keadaan kehilangan darah, dehidrasi, dan kelebihan volume juga sangat kurang untuk ditoleransi. Manajemen cairan pada neonates harus dilakukan dengan cermat dan teliti. Tekanan sistolik merupakan indikator yang baik untuk menilai sirkulasi volume darah dan dipergunakan sebagai parameter yang adekuat terhadap penggantian volume. Otoregulasi aliran darah otak pada bayi baru lahir tetap terpelihara normal pada tekanan sistemik antara 60-130 mmHg. Frekuensi nadi bayi rata-rata 120 kali/menit dengan tekanan darah sekitar 80/60 mmHg.

H.    Sistem Ginjal
Ginjal terbentuk dari mesonefron, glomelurus terbentuk sampai kehamilan minggu ke 36. Ginjal tidak terlampau diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan janin. Plasenta, paru dan ginjal maternal dalam keaadaan normal akan mengatur keseimbangan air dan elektrolit pada janin. Pembentukan urine dimulai pada minggu 9-12. Pada kehamilan 32 minggu, produksi urine mencapai 12 ml/jam, saat aterm 28 ml/jam. Urine janin adalah komponen utama dari cairan amnion.
Pada 22 minggu akan tampak pembentukan korpuskel ginjal di zona jukstaglomerularis yang berfungsi fitrasi. Ginjal terbentuk sempurna pada minggu ke-36. Pada janin hanya 2 % dari curah jantung mengalir ke ginjal, mengingat sebagian besar sisa metabolisme dialirkan ke plasenta. Sementara itu tubuli juga mampu fitrasi sebelum glomerulusberfungsi penuh. Urin janin menyumbang cukup banyak pada volume cairan amnion. Bila terdapat kondisi oligohidramnion itu merupakan petanda penurunan fungsi ginjal atau kelainan sirkulasi.

I.       Ikterus Neonatorum Fisiologis
Ikterus (jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit dan sklera pada bayi  (neonatus) tampak kekuningan. Pada orang dewasa ikterus akan tampak apabila  serum bilirubin > 2 mg/dL. Sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL. Bilirubi merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin Ixα. Zat ini sulit larut dalam air tapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak.
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutationhepar lain yang membawanya ke retikulumendoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus  ke dalam sistem pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sirkobilin. Dalam usus, sebagian diabsorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik.
Sebagai neonatus, terutama bayi prematur menunjukkan gejala ikterus pada hari pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari kedua kemudian menghilang pada hari kesepuluh atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan tidak memerlukan pengobatan, kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya penumpukan bilirubin tidak langsung yang berlebihan. Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologikdan memerlukan pemeriksaan yang mendalam antara lain:
1.      Ikterus yang timbul dalam 24 jam.
2.      Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari.
3.      Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi yang cukup bulan.
4.      Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prematur.
5.      Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama.
6.      Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg% pada setiap waktu.
7.      Ikterus yang mempunyai hubungan dengan penyakit hemoglobin, infeksi, atau suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui.


Penyebab
A.    Penyebab ikterus neonatorum fisiologis
Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3, dan tidak disebabkan oleh kelainan apapun, kadar bilirubin darah tidak lebih dari kadar yang membahayakan, dan tidak mempunyai potensi menimbulkan kecacatan pada bayi.
1. Organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
2. Kurang protein Y dan Z, dan enzim glukoronil tranferase yang belum cukup jumlahnya. Meskipun merupakan gejala yang fisiologis, orang tua bayi harus tetap waspada karena keadaan fisiologis ini sewaktu-waktu bisa berubah menjadi patologis terutama pada keadaan ikterus yang disebabkan oleh penyakit atau infeksi.
B. Penyebab ikterus neonatorum patologis
Sedangkan pada ikterus yang patologis, kadar bilirubin darahnya melebihi batas dan disebut sebagai hiperbilirubinemia.
1.      Terjadi penghancuran eritrosit yang hebat
2.      Fungsi hepar yang belum sempurna
3.      Terlambat mengikat tali pusat
4.      Hipoksia
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan seperti:
Penyebab yang sering:
1.      Hiperbilirubinemia fisiologis
2.      Inkompatibilitas golongan darah ABO
3.      “Breast Milk Jaundice”
4.      Inkompatibilitas golongan darah rhesus
5.      Infeksi
6.      IDM (Infant of Diabetic Mother)
7.      Polisitemia
8.      Prematuritas / BBLR
9.      Asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi-aksidosis, hipoglikemia
Penyebab yang jarang:
1.      Defisiensi G6PD (Glucose 6 – Phosphat Dehydroginase)
2.      Defisiensi piruvat kinase
3.      Sferositosis kongenital
4.      Lucey-Drisscoll syndrome (ikterus neonatorum familial)
5.      Hemoglobinophaty 2, 3, 4, 6
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lai:
1.      Produksi yang berlebihan, misalnya pada pemecahan darah (hemolisis) yang berlebihan pada oncompatibilitas (ketidaksamaan) darah bayi dengan ibunya.
2.      Gangguan dalam proses up take dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi liver.
3.      Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin.
4.      Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau kerusakan sel liver.
Diagnosa
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemerikasaan laboratorium terdapat beberapa faktor risiko terjadi hiperbilirubin berat.
1.      Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam).
2.      Inkompatibilitas golongan darah (dengan coombs test positif).
3.      Usia kehamilan < 38 minggu.
4.      Penyakit-penyakit hemolitik (G6PD, “end tidal CO”)
5.      Ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya.
6.      Hematoma sefal, ‘bruising’
7.      ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12% BB lahir).
8.      Ras asia timur, jenis kelamin laki-laki, usia ibu < 25 tahun.
9.      Ikterus sebelum bayi dipulangkan.
10.  ‘infant Diabetic mother’, makrosomia.
11.  Polisitemia.

Gejala dan tanda klinis
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.
Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
1.      Dehidrasi
2.      Pucat
3.      Trauma lahir
4.      Pletorik (penumpukan darah)
5.      Letargik dan gejala sepsis lainnya
6.      Petekiae (bintik merah di kulit)
7.      Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
8.      Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limfa)
9.      Omfalitis (peradangan umbilikus)
10.  Hipotiroidisme (defisiensi aktifitas tiroid)
11.  Masa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12.  Feses dempul disertai urin warna coklat
Komplikasi
Terjadi kernikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Pada kernikterus gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain:
1.      Bayi tidak mau menghisap
2.      Letargi
3.      Mata berputar-putar
4.      Gerakan tidak menentu (involuntary movements)
5.      Kejang tonus oto meninggi
6.      Leher kaku
7.      Dan akhirnya opistotonus
Bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis.
1.      Terjadi kernikterus
Yaitu kerusakan otak akibat perlengkatan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus, subtalamus, nukleus merah di dasar ventrikel IV.
2.      Bilirubin Encephalophaty (komplikasi serius)
3.      Komplikasi yang ditimbulkan oleh terapi sinar setiap pengobatan akan selalu menimbulkan efek samping. Dalam penelitian yang dilakukan selama ini, tidak ditemukan pengaruh negetif terapi sinar terhadap tumbuh kembang bayi. Efek samping hanya bersifat sementara, dan dapat  dicegah/diperbaiki dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar.
Kelainan yang mungkin timbul akibat terapi sinar antara lain:
a.       Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesring mungkin berikan ASI.
b.      Frekuensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang meningkat0.
c.       Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat gerak.
d.      Kenaikan suhu tubuh.
e.       Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum,, rewel, yang hanya bersifat sementara.
f.       Komplikasi biasanya bersifat ringan dan tidak sebanding dengan manfaat penggunaannya. Karena itu terapi sinar masih merupakan pilihan dalam mengatasi hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.




Penatalakasanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensepalophaty bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal).
Tindakan Umum
1.      Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil.
2.      Mencegah trauma lahir, pemberiaan obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
3.      Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
4.      Imuniasasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Tindakan Khusus
1.      Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
2.      Pemberiaan fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberiaan ini tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolik dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
3.      Memberi substrat yang kurang untuk transportasi /konjugasi
Misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubindari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar.
4.      Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi.
5.      Untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menuurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
6.      Terapi transfusi digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
7.      Terapi obat-obatan
Misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct. Selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati.
8.      Menyusui bayi dengan ASI.
9.      Terapi sinar matahari.
Tindakan Lanjut
            Tindakan lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.
Pencegahan
Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi pada janin, dan hipoksia (kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim. Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya sejak lahir biasakan anak dijemur di bawah sinar matahari pagi sekitar pukul 07.00 sampai 08.00 pagi setiap hari selama 15 menit dengan membuka pakaiannya.




Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:
1.      Pengawasan antenatal yang baik.
2.      Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazol, novobiosin, oksitosin dan lain-lain.
3.      Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4.      Pengguanaan fenorbarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5.      Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.
6.      Pencegahan infeksi.