Adaftasi Fisiologi Fetus
Pendahuluan
Saat-saat dan jam pertama kehidupan
di luar rahim merupakan salah satu siklus kehidupan. Pada saat bayi dilahirkan
beralih ketergantungan pada ibu menuju kemandirian fisiologi. Proses perubahan
yang kompleks ini dikenal sebagai periode transisi. Bidan harus selalu berupaya
untuk mengetahui periode transisi ini berlangsung sangat cepat.Adaptasi
fisiologis bayi baru lahir sangat berguna bagi bayi untuk menjaga kelangsungan
hidupnya di luar uterus yang artinya bayi harus dapat melaksanakan sendiri
segala kegiatan untuk mempertahankan kehidupannya. Dalam hal ini yang sangat
perlu diperhatikan adalah bagaimana upaya untuk menjaga agar bayi tetap terjaga
kesehatannya, yang utama adalah menjaga bayi agar tetap hangat, mampu melakukan
pernapasan dengan spontan dan bayi menyusu sendiri pada ibunya.
A.
Perubahan
Sistem Respirasi
Gerak
napas janin dapat terlihat pada umur kehamilan 12 minggu. Pada umur kehamilan
22 minggu, sistem kapiler terbentuk dan paru-paru sudah memiliki kemampuan
untuk melakukan pertukaran gas. Pada saat aterm, sudah terbentuk 3-4 generasi alvoulus.
Pada umur kehamilan 24 minggu, cairan yang mengisi
alvoulus dan saluran nafas lain. Pada minggu ini paru-paru mengeluarkan
surfactant lipoprotein yang memungkinkan berkembangnya paru-paru janin setelah
lahir dan membantu mempertahankan volume ruangan udara di dalam paru-paru. Surfactant yang utama
yaitu sfingomielin dan lesitin serta fosfatidil gliserol. Produksi surfactant
ini akan memuncak pada umur kehamilan 32 minggu. Namun apabila seorang ibu
mengalami dibetes gestasional produksi surfactanya hanya sedikit, pada praterm
produksinya dapat dirangsang dengan pemberian kortikosteroid.
Pada umur kehamilan 34 minggu secara regular gerak
napas janin yaitu 40-60x/menit dan di antara jeda adalah periode apnea.
Pada
umur kehamilan 35 mingu, jumlah surfactant masih belum cukup dan menyebabkan
terjadinya hyaline membrane disease (sindrom gawat napas yang terjadi pada bayi
karena adanya protein dalam alveoli bayi). Semakin tua umur kehamilan semakin
sering janin melakukan gerak napas intrauteri. Gerak napas janin dirangsanh oleh
kondisi hiperkapnia dan peningkatan kadar glukosa.Steroid dan factor
pertumbuhan terbukti merangsang pematangan paru melalui suatu penekanan
penekanan protein yang sama (HoxB5), selain itu fosfolipid membantu dalam proses
pematangan selular. Serta gerakan napas juga merangsang gen untuk aktif
mematangkan sel alveoli.
Pertukaran
gas atau oksigenase pada janin akan tetap sirkulasi maternal-fetal, melalui
plasenta dan tali pusat. Pertukaran gas sebanding dengan perbedaan tekanan
partial masing-masing gas dan luas permukan dan berbanding terbalik dengan
ketebalan merman. Dimana dalam keadan ini plasenta disebut sebagai paru-paru
janin intrauteri.
Tekanan parsial O2(PO2) darah
janin lebih rendah dari ibu, namun karena darah janin mengandung HbF yang dapat
mencukupi kebutuhan oksigen janin. PCO2 dan CO2 pada
darah janin lebih tinggi dari pada ibu sehingga CO2 akan berdifusi
dari janin ke ibu. Aktifitas pernapasan janin intrauteri menyebabkan cairan
ketuban masuk ke bronkioli, sementara didalam alveolus terisi cairan alveoli.
Kondisi hipoksia berat pada kehamilan lanjut akan
menyebabkan gaspig yaitu keadaan
diman cairan amnion bercampur dengan mikonium yang masuk kebagian dalam paru
bagian dalam.
B.
Sistem
Gastrointestinal
Sebelum janin dilahirkan, traktus gastrointestinal
tidak menjalankan fungsinya dengan sempurna. Perkembangan sistem
gastrointestinal dapat dilihat pada umur kehamilan diatas 12 minggu melalui
pemeriksaan USG. Pada umur kehamilan 14 minggu janin mulai menunjukan aktifitas
gerakan menelan. Pada umur kehamilan 26 minggu enzim sudah terbentuk kecuali
amylase yang akan terbentuk sempurna saat periode neonatal. Pada umur 26-28
minggu ini janin sudah menunjukan gerakan menghisap aktif.
Saat janin meminum air ketuban dan akan tampak
gerakan paristaltik dalam usus. Protein dan cairan amnion yang ditelan janin
akan menghasilkan mekonium dalam usus. Mekonium ini akan tetap disimpan dalam
usus sampai janin dilahirkan, kecuai pada kondisi hipoksia dan stres akan
tampak cairan amnion bercampur mekonium. Mekonium ini merupakan isi utama pada
saluran pencernaan pada janin, akan tampak mulai usia 16 minggu.
C.
Perubahan
Sistem Imunologi
Pada awal kehamilan kapasitas janin untuk
menghasilkan antibody terhadap antigen maternal atau invasi bakteri sangat buruk.
Respon imunologi pada janin diperkirakan mulai terjadi kira-kira pada minggu ke
20. Respon janin dibantu dengan transfer antibody maternal dalam bentuk
perlindungan pasif yang menetap sampai saat pasca persalinan.
Terdapat
3 jenis leukosit yang terdapat dalam darah untuk antibody janin, yaitu :
1. Granulosit : granulosit
eosinofilik-basofilik dan neutrofilik.
2. Limposit :T-cells [derivate dari
thymus] dan B-cells [derivate dari sumsum tulang].
3. Immunoglobulin
(Ig) : merupakan serum globulin yang
terdiri dari IgG-IgM-IgA-IgD dan IgE.
Pada neonatus, limpa janin mulai menghasilkan IgG
yang meningkat pada minggu ke 3-4 pasca persalinaan dan IgM. Perbandingan
antara IgG dan IgM penting untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi Intra
uteri. Kadar serum IgG janin aterm sama dengan kadar maternal oleh karena dapat
melewati plasenta. IgG merupakan 90% dari antibody syang berasal dari ibu. IgM berasal
dari jnin sehingga dapat digunakan untuk menentukan adanya infeksi intrauteri.
D.
Sistem
Termoregulasi ( perlindungan termal )
Termoregulasi adalah kemampuan untuk menjaga
keseimbangan antara pembentukan panas dan kehilangan panas agar dapat
mempertahankan suhu tubuh di dalam batas-batas normal. Bayi baru lahir
mempunyai kecenderungan untuk mengalami stres fisik akibat perubahan suhu di
luar uterus. Fluktuasi ( naik turunnya ) suhu di dalam uterus minimal, rentang
maksimal hanya 0,6 °C sangat berbeda dengan kondisi di luar uterus. Bayi baru
lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya sehingga akan mengalami stres dengan
adanya perubahan lingkungan. Suhu dingin menyebabkan air ketuban menguap
melalui kulit sehingga mendinginkan darah bayi. Bayi mungkin mencoba untuk
meningkatkan suhu tubuh dengan menangis atau meningkatkan aktivitas motorik
dengan merespon terhadap ketidaknyamanan karena suhu lingkungan lebih rendah.
Menangis meningkatkan beban kerja dan penyerapan energi ( kalori ) mungkin
berlebihan, terutama pada bayi yang mengalami gangguan.
Tiga
faktor yang paling berperan dalam kehilangan panas tubuh bayi :
1. Luasnya
permukaan tubuh bayi
2. Pusat
pengaturan suhu tubuh bayi yang belum berfungsi secara sempurna
3. Tubuh
bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas
Pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa
mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang kedinginan untuk
mendapatkan kembali panas tubuhnya. Pembentukan suhu tanpa menggigil ini
merupakan hasil penggunaan lemak coklat yang terdapat di seluruh tubuh dan
mereka mampu meningkatkan panas tubuh sampai 100%. Untuk membakar lemak coklat,
seorang bayi menggunakan glukosa untuk mendapatkan energi yang akan mengubah
lemak menjadi panas. Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi baru
lahir dan cadangan lemak coklat ini akan habis dalam waktu singkat dengan
adanya stres dingin. Semakin lama usia kehamilan, semakin banyak persediaan
lemak coklat bayi. Jika seorang bayi kedinginan, dia akan mulai mengalami
hipoglikemia, hipoksia, dan asidosis. Oleh karena itu, upaya pencegahan
kehilangan panas merupakan prioritas utama dan bidan berkewajiban untuk
meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru lahir. Suhu tubuh normal neonatus
adalah 36,5-37,5 °C.
Stres dingin
Stres dingin menimbulkan masalah fisiologis dan
metabolisme pada semua bayi baru lahir tanpa memandang usia kehamilan dan
kondisi lain. Kecepatan pernapasan meningkat sebagai respon terhadap kebutuhan
oksigen ketika konsumsi oksigen meningkat secara bermakna pada stres dingin.
Efek stres dingin yaitu ketika seorang bayi
mengalami stres akibat udara dingin, konsumsi oksigen akan meningkat, terjadi
vasokonstriksi perifer dan vasokonstriksi pulmoner sehingga pengambilan oksigen
oleh paru-paru dan kadar oksigen menurun di jaringan. Glikolisis anaerobik
meningkat dan terdapat peningkatan PO2 dan pH yang mengakibatkan
asidosis metabolik
Bayi baru lahir dapat dengan cepat kedinginan jika
kehilangan panas tidak segera dicegah. Bayi yang mengalami kehilangan panas (
hipotermia ) beresiko tinggi untuk jatuh sakit atau meninggal. Jika bayi dalam
keadaan basah atau tidak diselimuti mungkin akan mengalami hipotermia meskipun
berada dalam ruangan yang relatif hangat. Bayi prematur atau berat badan lahir
rendah rentan terhadap terjadinya hipotermia.Hipotermia adalah
suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu kesulitan
mengatasi tekanan suhu dingin.
Ada
beberapa definisi mengenai hipotermia antara lain :
1.
Keadaan dimana seorang
individu gagal mempertahankan suhu tubuh dalam batasan normal 36−37,5 ºC.
2.
Keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami penurunan suhu tubuh terus-menerus dibawah
35,5ºC per rectal karena peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor
eksternal.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
1.
Kaki teraba dingin
2.
Kemampuan menghisap lemah
3.
Tangisan lemah
4.
Kulit berwarna tidak rata atau
disebut kutis marmorata
5.
Pernafasan lambat dan tidak teratur
6.
Denyut jantung lemah
7.
Kemungkinan timbul hipoglikemi dan
asidosis metabolik
Penyebab bayi rentan mengalami hipotermia :
1.
Jaringan lemak subcutan tipis
2.
Luas permukaan tubuh relatif lebih
luas
3.
Cadangan glikogen dan brown fat sedikit
4.
Pusat pengaturan suhu
tubuh bayi yang belum berfungsi secara sempurna
5.
Tubuh bayi terlalu
kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas
6.
Bayi baru lahir tidak mempunyai
respon menggigil pada reaksi kedinginan (Indarso, F, 2001)
7.
Kurangnya pengetahuan perawat dalam
pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami hipotermi (Klaus, M.H et al,
1998)
Mekanisme kehilangan panas
Kehilangan panas tubuh pada bayi baru lahir dapat terjadi melalui mekanisme
berikut ini.
1.
Evaporasi
Evaporasi adalah hilangnya panas
dari tubuh karena proses penguapan.
Bayi baru lahir yang dalam keadaan
basah kehilangan panas dengan cepat melalui cara ini. Kerena itu, bayi harus
dikeringkan seluruhnya termasuk kepala dan rambut sesegera mungkin setelah
dilahirkan. Lebih baik bila menggunakan handuk hangat untuk mencegah hilangnya
panas secara konduksi.
Contoh: penguapan cairan ketuban
pada permukaan tubuh setelah bayi lahir karena tubuh tidak segera dikeringkan.
2.
Konduksi adalah pemindahan panas
dari tubuh ke suatu objek melalui kontak langsung.
Kehilangan panas secara konduktif
jarang terjadi kecuali jika bayi diletakkan pada alas yang dingin.
Contoh: menimbang bayi tanpa diberi
alas.
3.
Konveksi adalah hilangnya panas dari
tubuh ke udara sekitar yang sedang bergerak.
Kehilangan panas dengan cara ini
terjadi saat bayi terpapar dengan udara sekitar yang lebih dingin. Suhu udara
di kamar bersalin tidak boleh kurang dari 20 °C dan sebaiknya tidak berangin.
Tidak boleh ada pintu dan jendela yang terbuka. Kipas angin dan air conditioning yang kuat harus cukup
jauh dari area resusitasi. Troli resusitasi harus mempunyai sisi untuk
meminimalkan konveksi ke udara sekitar bayi.
Contoh: bayi diletakkan di dekat
kipas angin.
4.
Radiasi adalah pemindahan panas
antara dua objek yang mempunyai suhu berbeda.
Kehilanagn panas secara radiasi
terjadi saat bayi ditempatkan dekat benda yang mempunyai temperatur lebih
rendah dari temperatur tubuh bayi. Panas dapat hilang secara radiasi ke benda
padat yang terdekat, misalnya jendela pada musim dingin. Karena itu, bayi harus
diselimuti termasuk kepalanya, idealnya dengan handuk hangat. Jika resusitasi
aktif diperlukan, bayi sedapat mungkin diselimuti karena bayi yang mengalami
asfiksia tidak dapat menghasilkan panas untuk dirinya sendiri dan kerenanya
akan kehilangan panas lebih cepat.
Bayi pada saat baru lahir mempunyai
suhu 0,5 − 1 °C lebih tinggi dibanding suhu ibunya. Sayangnya tidak jarang bayi
yang mengalami penjurunan suhu tubuh menjadi 35,5 – 35 °C dalam 15 – 30 menit
karena kecerobohan yang merawat bayi di ruang bersalin. Ruang bersalin
seringkali tidak cukup hangat, dengan aliran udara yang dingin di dekat bayi (
yang berasal dari air conditioning di
dekat troli resusitasi ), atau petugas tidak mengeringkan dan menyelimuti bayi
dengan baik segera setelah dilahirkan. Sebagian besar penyulit pada nenonatus,
seperti distres pernapasan, hipoglikemi, dan gangguan pembekuan darah lebih
sering terjadi dan lebih berat bila bayi mengalami hipotermi.
Masalah
tersebut dapat dicegah dengan melakukan persiapan sebelum kelahiran dengan
menutup semua pintu dan jendela di kamar bersalin dan mematika peralatan
pendingin ruangan yang langsung mengarah pada bayi. Suhu di kamar bersalin paling
rendah 20°C dan harus lebih tinggi jika bayi prematur. Troli resusitasi dengan
pemanas di atasnya dinyalakan, diletakkan di tempat yang paling hangat dan jauh
dari aliran udara. Segera setelah dilahirkan, bayi dikeringkan dan kemudian
diselimuti dengan selimut hangat. Membiarkan bayi dalam keadaan telanjang
seperti memandikan atau saat melakukan kontak kulit ibu dengan bayi harus
dilakukan dalam ruangan yang hangat (23–25°C) atau dibawah pemanas radian/infant radian warmer.
Upaya yang
dapat dilakukan untuk mencegah kehilangan panas :
1.
Mengeringkan bayi dengan seksama
segera setelah bayi lahir.
Pastikan
tubuh bayi dikeringkan segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas
yang disebabkan oleh evaporasi cairan ketuban pada tubuh bayi. Keringkan bayi
dengan handuk atau kain yang telah disiapkan di atas perut ibu. Mengeringkan
dengan cara menyeka tubuh bayi, juga merupakan rangsangan taktil untuk membantu
bayi memulai pernapasannya.
2.
Menyelimuti bayi dengan selimut atau
kain bersih, kering, dan hangat.
Segera
setelah mengeringkan tubuh bayi dan memotong tali pusat, ganti handuk atau kain
yang dibasahi oleh cairan ketuban kemudian selimuti tubuh bayi dengan selimut
atau kain yang hangat, kering dan bersih. Kain basah di dekat tubuh bayi dapat
menyerap panas tubuh bayi melalui proses konduksi.
Bayi harus tetap berpakaian atau
diselimuti setiap saat agar tetap hangat walaupun sedang dilakukan tindakan,
buka hanya bagian tubuh yang diperlukan untuk pemantauan atau tindakan.
3.
Menutup kepala bayi.
Pastikan
bagian kepala bayi ditutupi atau diselimuti setiap saat. Bagian kepala bayi
memiliki luas permukaan yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan
panas jika bagian tersebut tidak tertutup.
4.
Menganjurkan ibu untuk memeluk dan
memberikan ASI.
Pelukan
ibu pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh dan mencegah kehilangan
panas. Anjurkan ibu untuk menyusukan bayinya segera setelah lahir. Sebaiknya
pemberian ASI harus dimulai dalam waktu satu jam pertama kelahiran.
5.
Menunda menimbang bayi baru lahir.
Apabila akan meninbang bayi,
timbangan harus diberi alas terlebuh dahulu.Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas
tubuhnya (terutama jika tidak berpakaian), sebelum melakukan penimbangan,
terlebih dulu selimuti bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering. Berat
badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada saat
berpakaian/diselimuti dikurangi dengan berat pakaian/selimut.
6.
Menunda memandikan bayi baru lahir.
Bayi
sebaiknya dimandikan minimal enam jam setelah lahir. Memandikan bayi dalam
beberapa jam pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia yang sangat
membahayakan kesehatan bayi baru lahir.
7.
Menempatkan bayi di lingkungan yang
hangat.
Bayi harus dirawat di ruangan yang
hangat yaitu tidak kurang dari 25 °C dan bebas dari aliran angin.
8.
Bila ada sesuatu yang basah yang
ditempelkan pada kulit (misalnya kasa yang basah), usahakan agar bayi tetap
hangat.
E.
Adaptasi
Fisiologis Sistem Metabolisme
Pada
fetus metabolisme terjadi melalui plasenta, terutama pada saat kehamilan muda.
Plasenta mensintesis glikogen atau glukosa untuk energi, kolestrol, asam lemak
yang disintesis dari glukosa yang merupakan persediaan nutrisi dan energy untuk
embrio. Selain itu plasenta juga cepat menyimpan lemak dan protein.
Pada
minggu ketiga mulai terbentuk zat besi, hemoglobin yang 1/3nya disimpan di hati
yang akan digunakan beberapa saat setelah lahir.
Pada
akhir minggu keempat terjadi peningkatan penimbunan kalsium dan fosfat, terjadi
periode pembuatan tulang (osifikasi) yang cepat dan berat badan fetus naik
dengan cepat. Total kalsium dan fosfat yang dibutuhkn bayi pada masa gestasi
yaitu 1/50 dari yang ad pada tulang ibu.
Pada
fetus kebutuhan vitamin lebih besar daripada orang dewasa. Pada janin sudah
terbentuk vitamin B12 dan folat yang berfungsi untuk pembentukan sel darah
merah, pertumbuhan jaringan saraf, dan pertumbuhan fetus keseluruhan. Vitamin C
berfungsi untuk pembentukan subtansi interseluler, terutama matrik tulang dan
jaringan penunjang. Vitamin D berfungsi sebagai pertumbuhan tulang fetus,
selain itu vitamin D juga disimpan di hati yang akandigunakan beberapa saat
setelah lahir. Vitamin E berfungsi untuk perkembangan awal embrio. Vitamin K
berfungsi sebagai pembentuk protrombin, vitamin K disimpan dalam hati yang
didapat dari ibu untuk mencegah perdarahan saat lahir.
F.
Sistem
Sirkulasi Darah Janin
Mengingat semua kebutuhan janin disalurkan melalui
vena umbilical, maka sirkulasi menjadi khusus. Tali pusat berisi 1 vena dan 2
arteri. Vena ini menyalurkan oksigen dan makanan dari plasenta ke janin.
Sebaliknya, kedua arteri menjadi pembuluh balik yang menyalurkan darah kea rah
plasenta untuk dibersihkan dari sisa metabolism. Perjalanan darah dari plasenta
melalui vena umbilical adalah sebagai
berikut : Setelah melewati dinding abdomen, pembuluh vena umbilical
mengarah ke atas menuju ke hati, membagi menjadi 2 yaitu sinus porta ke
kanan-memasok darah ke hati dan duktus venosus yang berdiameter lebih besar,
akan bergabung dengan vena kava inferior masuk ke atrium kanan. Darah yang
masuk ke jantung kanan ini mempunyai kadar oksigen seperti arteri meski
bercampur sedikit dengan darah dari vena kava.
Darah ini akan langsung menyemprot melalui foramen
ovale pada septum, masuk ke atrium kiri dan selanjutnya melalui ventrikel kiri
akan menuju aorta dan seluruh tubuh. Darah yang berisi banyak oksigen itu
terutama akan memperdarahiorgan vital jantung dan otak. Adanya Krista dividens
sebagai pembatas pada vena kava memungkinkan sebagian besar darah bersih dari
duktus venosus langsung akan mengalir kea rah foramen ovale. Sebaliknya,
sebagian kecil akan mengalir kea rah ventrikel kanan. Darah dari ventrikel
kanan akan mengalir kea rah paru. Karena paru belum berkembang, sebagian besar
darah dari jantung kanan melalui arteri pulmonalis akan dialirkan ke aorta
melalui suatu pembuluh duktus arteriosus. Darah itu akan bergabung di aorta
desending, bercampur dengan darah bersih yang akan dialirkan ke seluruh tubuh.
Setelah bayi lahir, semua pembuluh umbilical, duktus
venosus dan duktus anteriosus akan mengerut. Pada saat lahir akan terjadi
perubahan sirkulasi dimana terjadi pengembangan paru dan penyempitan tali
pusat. Akibat peningkatan kadar oksigen pada sirkulasi paru dan vena
pulmonalis, duktus arteriosus akan menutup dalam 3 hari dan total pada minggu
ke-2. Pada situasi di mana kadar oksigen kurang yaitu pada gagal nafas, duktus
akan relatf membuka.
Darah janin
Darah janin mengalami proses pembentukan yang unik
yaitu bermula diproduksi di yolk sac,
kemudian di hati dan akhirnya di sumsum tulang. Eritrosit janin relatif besar
dan berinti. Hemoglobin mengalami peningkatan dari 12 g/dl pada pertengahan
kehamilan menjadi 18 g/dl pada aterm. Eritrosit janin berbeda dengan eritrosit
orang dewasa secara struktur dan metabolik yaitu lebih lentur karena berada
dalam viskositas tinggi, dan mempunyai banyak enzim. Eritropoesis janin
dikendalikan oleh hormon eritropoetin janin. Terjadi peningkatan pada kondisi
perdarahan, persalianan dan anemia akibat isoimunisasi. Volume darah
diperkiraan 78 ml/kg berat,sedangkan isi darah plasenta segera setelah
pemotongan tali pusat ialah 45 ml/kg.
Hemoglobin janin ialah suatu tetramen yang terdiri
dari atas 2 pasang masing-masing rantai dan alfa. Gen alfa berasal dari kromosom 16
sedangkan gen berasal dari kromosom 11. Eritropoesis yang
terjadi di yolk sac menghasilkan
hemoglobin awal yaitu Gower 1,2 dan Portland, setelah eritropoesis beralih ke
hati dihasilkan hemoglobin F, dan setelah
beralih ke tulang akan dihasilkan hemoglobin A sampai janin matur.
Ada perbedaan fungsi hemoglobin A dan F. Pada tekanan oksigen
dan pH tertentu, HbF akan mengikat lebih banyak oksigen dibandingkan dengan
HbA. Hal ini disebabkan HbA mengikat 2,3 disfosfogliserat (2,3 DPG) lebih kuat
dibandingkan HbF sehingga afinitas HbA dengan oksigen lebih rendah. Karena
kadar 2,3 DPG lebih rendah, afinitas oksigen janin menjadi lebih tinggi. Pada
kehamilan aterm Hb lebih rendah dibandingkan kehamilan awal, yaitu ¾ masih
berupa HbF. Namun, setelah kelahiran sampai 6 bulan HbF sangat menurun,
sementara HbA mendekati kadar pada orang dewasa. Hal ini sangat dipengaruhi
oleh peran glukokortikoid.
Perbedaan
sirkulasi fetus dengan sirkulasi neonatal.
No.
|
Perbedaan
|
Sirkulasi
fetus
|
Sirkulasi
neonatus
|
1
|
Sirkulasi
pulmonal
|
Aktif,
kurang berkembang
|
Aktif,
perkembangan meningkat
|
2
|
Foramen
ovale
|
Terbuka
|
Tertutup
|
3
|
Duktus
arteriosus botali
|
Terbuka
|
Tertutup
|
4
|
Duktus
venosus arantii
|
Terbuka
|
Tertutup
|
5
|
Sirkulasi
sistemik
|
Aktif
dengan resisten rendah
|
Aktif
dengan meningkatnya resisten
|
G.
Sistem
Hematologi
Aliran darah fetal bermula dari vena umbilikalis, akibat tahanan
pembuluh paru yang besar (lebih tinggi disbanding tahanan vaskuler
sistemik=SVR) hanya 10% dari keluaran ventrikel kanan yang sampai paru,
sedangkan sisanya (90) terjadi shunting kanan
ke kiri melalui duktus arteriosus Bottali.
Pada waktu bayi lahir, terjadi pelepasan dari plasenta secara
mendadak (saat umbilical cord dipotong/dijepit), tekanan atrium kanan menjadi
rendah, tekanan pembuluh darah sistemik (SVR) naik dan pada saat yang sama paru
mengembang, tahanan vaskuler paru menyebabkan penutuoan foramen ovale (menutup
setelah beberapa minggu), aliran darah di duktus arteriosus Bottali berbalik
dari kiri ke kanan. Kejadian ini disebut sirkulasi
transisi. Penutupan duktus arteriosus secara fisiologis terjadi pada umur
bayi 10-15 jam yang disebabkan kontraksi otot polos pada akhir arteri
pulmonalis dan secara anatomis pada usia 2-3 minggu.
Pada neonates, reaksi pembuluh darah masih sangat kurang
sehingga keadaan kehilangan darah, dehidrasi, dan kelebihan volume juga sangat
kurang untuk ditoleransi. Manajemen cairan pada neonates harus dilakukan dengan
cermat dan teliti. Tekanan sistolik merupakan indikator yang baik untuk menilai
sirkulasi volume darah dan dipergunakan sebagai parameter yang adekuat terhadap
penggantian volume. Otoregulasi aliran darah otak pada bayi baru lahir tetap
terpelihara normal pada tekanan sistemik antara 60-130 mmHg. Frekuensi nadi
bayi rata-rata 120 kali/menit dengan tekanan darah sekitar 80/60 mmHg.
H.
Sistem
Ginjal
Ginjal terbentuk dari mesonefron, glomelurus terbentuk sampai
kehamilan minggu ke 36. Ginjal tidak terlampau diperlukan bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin. Plasenta, paru dan ginjal maternal dalam keaadaan normal
akan mengatur keseimbangan air dan elektrolit pada janin. Pembentukan urine
dimulai pada minggu 9-12. Pada kehamilan 32 minggu, produksi urine mencapai 12
ml/jam, saat aterm 28 ml/jam. Urine janin adalah komponen utama dari cairan
amnion.
Pada 22 minggu akan tampak pembentukan korpuskel ginjal di zona
jukstaglomerularis yang berfungsi fitrasi. Ginjal terbentuk sempurna pada
minggu ke-36. Pada janin hanya 2 % dari curah jantung mengalir ke ginjal,
mengingat sebagian besar sisa metabolisme dialirkan ke plasenta. Sementara itu
tubuli juga mampu fitrasi sebelum glomerulusberfungsi penuh. Urin janin
menyumbang cukup banyak pada volume cairan amnion. Bila terdapat kondisi
oligohidramnion itu merupakan petanda penurunan fungsi ginjal atau kelainan
sirkulasi.
I.
Ikterus
Neonatorum Fisiologis
Ikterus (jaundice) terjadi apabila terdapat
akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit dan sklera pada bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada orang
dewasa ikterus akan tampak apabila serum
bilirubin > 2 mg/dL. Sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum
bilirubin > 5 mg/dL. Bilirubi merupakan produk yang bersifat toksik dan
harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari
degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses
eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan
proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau
bilirubin Ixα. Zat ini sulit larut dalam air tapi larut dalam lemak, karenanya
mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran
biologik seperti plasenta dan sawar darah otak.
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan
albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga
bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar.
Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y),
protein Z dan glutationhepar lain yang membawanya ke retikulumendoplasma hepar,
tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil
transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin
ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui
ginjal. Sebagian bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus
hepatikus ke dalam sistem pencernaan dan
selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sirkobilin.
Dalam usus, sebagian diabsorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah
proses absorpsi entero hepatik.
Sebagai neonatus, terutama bayi prematur menunjukkan
gejala ikterus pada hari pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari kedua
kemudian menghilang pada hari kesepuluh atau pada akhir minggu ke dua. Bayi
dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan tidak memerlukan pengobatan, kecuali
dalam pengertian mencegah terjadinya penumpukan bilirubin tidak langsung yang
berlebihan. Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologikdan memerlukan
pemeriksaan yang mendalam antara lain:
1. Ikterus
yang timbul dalam 24 jam.
2. Bilirubin
serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari.
3. Bilirubin
melebihi 10mg% pada bayi yang cukup bulan.
4. Bilirubin
melebihi 15mg% pada bayi prematur.
5. Ikterus
yang menetap sesudah minggu pertama.
6. Ikterus
dengan bilirubin langsung melebihi 1mg% pada setiap waktu.
7. Ikterus
yang mempunyai hubungan dengan penyakit hemoglobin, infeksi, atau suatu keadaan
patologik lain yang telah diketahui.
Penyebab
A. Penyebab
ikterus neonatorum fisiologis
Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3,
dan tidak disebabkan oleh kelainan apapun, kadar bilirubin darah tidak lebih
dari kadar yang membahayakan, dan tidak mempunyai potensi menimbulkan kecacatan
pada bayi.
1. Organ hati
yang belum matang dalam memproses bilirubin.
2. Kurang protein Y dan
Z, dan enzim glukoronil tranferase yang belum cukup jumlahnya. Meskipun
merupakan gejala yang fisiologis, orang tua bayi harus tetap waspada karena
keadaan fisiologis ini sewaktu-waktu bisa berubah menjadi patologis terutama
pada keadaan ikterus yang disebabkan oleh penyakit atau infeksi.
B.
Penyebab ikterus neonatorum patologis
Sedangkan pada ikterus yang patologis, kadar
bilirubin darahnya melebihi batas dan disebut sebagai hiperbilirubinemia.
1. Terjadi
penghancuran eritrosit yang hebat
2. Fungsi
hepar yang belum sempurna
3. Terlambat
mengikat tali pusat
4. Hipoksia
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan seperti:
Penyebab yang sering:
1. Hiperbilirubinemia
fisiologis
2. Inkompatibilitas
golongan darah ABO
3. “Breast
Milk Jaundice”
4. Inkompatibilitas
golongan darah rhesus
5. Infeksi
6. IDM
(Infant of Diabetic Mother)
7. Polisitemia
8. Prematuritas
/ BBLR
9. Asfiksia
(hipoksia, anoksia), dehidrasi-aksidosis, hipoglikemia
Penyebab yang jarang:
1. Defisiensi
G6PD (Glucose 6 – Phosphat Dehydroginase)
2. Defisiensi
piruvat kinase
3. Sferositosis
kongenital
4. Lucey-Drisscoll
syndrome (ikterus neonatorum familial)
5. Hemoglobinophaty
2, 3, 4, 6
Penyebab
ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor antara lai:
1. Produksi
yang berlebihan, misalnya pada pemecahan darah (hemolisis) yang berlebihan pada
oncompatibilitas (ketidaksamaan) darah bayi dengan ibunya.
2. Gangguan
dalam proses up take dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi liver.
3. Gangguan
transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin.
4. Gangguan
ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau
kerusakan sel liver.
Diagnosa
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemerikasaan
laboratorium terdapat beberapa faktor risiko terjadi hiperbilirubin berat.
1. Ikterus
yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam).
2. Inkompatibilitas
golongan darah (dengan coombs test positif).
3. Usia
kehamilan < 38 minggu.
4. Penyakit-penyakit
hemolitik (G6PD, “end tidal CO”)
5. Ikterus/terapi
sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya.
6. Hematoma
sefal, ‘bruising’
7. ASI
eksklusif (bila berat badan turun > 12% BB lahir).
8. Ras
asia timur, jenis kelamin laki-laki, usia ibu < 25 tahun.
9. Ikterus
sebelum bayi dipulangkan.
10. ‘infant
Diabetic mother’, makrosomia.
11. Polisitemia.
Gejala
dan tanda klinis
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva
dan mukosa.
Disamping
itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
1. Dehidrasi
2. Pucat
3. Trauma
lahir
4. Pletorik
(penumpukan darah)
5. Letargik
dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae
(bintik merah di kulit)
7. Mikrosefali
(ukuran kepala lebih kecil dari normal)
8. Hepatosplenomegali
(pembesaran hati dan limfa)
9. Omfalitis
(peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme
(defisiensi aktifitas tiroid)
11. Masa
abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12. Feses
dempul disertai urin warna coklat
Komplikasi
Terjadi kernikterus yaitu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek pada otak. Pada kernikterus gejala klinis pada
permulaan tidak jelas antara lain:
1. Bayi
tidak mau menghisap
2. Letargi
3. Mata
berputar-putar
4. Gerakan
tidak menentu (involuntary movements)
5. Kejang
tonus oto meninggi
6. Leher
kaku
7. Dan
akhirnya opistotonus
Bayi
yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan
atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia
dentalis.
1. Terjadi
kernikterus
Yaitu
kerusakan otak akibat perlengkatan bilirubin indirek pada otak terutama pada
korpus striatum, talamus, nukleus, subtalamus, nukleus merah di dasar ventrikel
IV.
2. Bilirubin
Encephalophaty (komplikasi serius)
3. Komplikasi
yang ditimbulkan oleh terapi sinar setiap pengobatan akan selalu menimbulkan
efek samping. Dalam penelitian yang dilakukan selama ini, tidak ditemukan
pengaruh negetif terapi sinar terhadap tumbuh kembang bayi. Efek samping hanya
bersifat sementara, dan dapat dicegah/diperbaiki
dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar.
Kelainan
yang mungkin timbul akibat terapi sinar antara lain:
a. Peningkatan
kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan harus diperhatikan
dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesring mungkin berikan ASI.
b. Frekuensi
buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang
meningkat0.
c. Timbul
kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat gerak.
d. Kenaikan
suhu tubuh.
e. Kadang
pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum,, rewel, yang hanya bersifat
sementara.
f. Komplikasi
biasanya bersifat ringan dan tidak sebanding dengan manfaat penggunaannya.
Karena itu terapi sinar masih merupakan pilihan dalam mengatasi
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
Penatalakasanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus
neonatorum adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai
nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensepalophaty bilirubin, serta
mengobati penyebab langsung ikterus. Pengendalian kadar bilirubin dapat
dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat
berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil
transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal).
Tindakan
Umum
1. Memeriksa
golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil.
2. Mencegah
trauma lahir, pemberiaan obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
3. Pemberian
makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi
baru lahir.
4. Imuniasasi
yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Tindakan
Khusus
1. Fototerapi
Dilakukan
apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk
menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
2. Pemberiaan
fenobarbital
Mempercepat
konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberiaan ini tidak efektif karena
dapat menyebabkan gangguan metabolik dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
3. Memberi
substrat yang kurang untuk transportasi /konjugasi
Misalnya
pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubindari
ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan
transfusi tukar.
4. Melakukan
dekomposisi bilirubin dengan fototerapi.
5. Untuk
mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan
akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menuurunkan kadar
bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
6. Terapi
transfusi digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
7. Terapi
obat-obatan
Misalnya obat phenorbarbital/luminal
untuk meningkatkan bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect
menjadi direct. Selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin
dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati.
8. Menyusui
bayi dengan ASI.
9. Terapi
sinar matahari.
Tindakan
Lanjut
Tindakan lanjut terhadap semua bayi
yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi berkala terhadap pertumbuhan,
perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap
gejala sisa.
Pencegahan
Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan
cara pengawasan kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini
mungkin infeksi pada janin, dan hipoksia (kekurangan oksigen) pada janin di
dalam rahim. Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena
kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat
dan tepat. Sebaiknya sejak lahir biasakan anak dijemur di bawah sinar matahari
pagi sekitar pukul 07.00 sampai 08.00 pagi setiap hari selama 15 menit dengan
membuka pakaiannya.
Ikterus
dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:
1. Pengawasan
antenatal yang baik.
2. Menghindari
obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan
kelahiran, misalnya sulfafurazol, novobiosin, oksitosin dan lain-lain.
3. Pencegahan
dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4. Pengguanaan
fenorbarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5. Iluminasi
yang baik pada bangsal bayi baru lahir.
6. Pencegahan
infeksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar