atresia ani
2.1 Pengertian
Istilah atresia ani memiliki
beberapa defenisi dari para ahli, Yaitu :
a. Istilah
atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada dan trepsis yang berarti makanan
dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran,
atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang
normal.
b. Atresia
ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata meliputi
anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002).
c. Atresia ani merupakan kelainan bawaan
(kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna, 2003).
d. Atresia
ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001).
e. Atresia
ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit
cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rektum (Purwanto, 2001).
Jadi atresia ani adalah kelainan
kongenital dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena
terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
2.2 Klasifikasi/Jenis
Klasifikasi atresia ani, yaitu :
a. Anal
stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
b. Membranosus
atresia adalah terdapat membran pada anus.
c. Anal
agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
d. Rectal
atresia adalah tidak memiliki rektum.
e. Anus imperforata dan ujung rektum
buntu terletak pada berbagai jarak dari peritoneum.
f. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rektum
yang buntu.
Pasien
bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi, yaitu :
a. Anomali
rendah / infralevator
Rektum
mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat sfingter
internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak
terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali
intermediet
Rektum
berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan sfingter
eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi / supralevator
Ujung
rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius – retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung rectum buntu sampai kulit perineum
lebih dari 1 cm.
Klasifikasi
menurut letaknya :
a. Tinggi
(supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis) dengan
jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak
upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran
genital.
b. Intermediate
: rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
c. Rendah
: rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rektum paling jauh 1 cm.
2.3 Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia
ani ini belum di ketahui pasti, namun ada
sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
a. Karena
kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan
dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang anus.
c. Gangguan
organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
d. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada
kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis
anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli
masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia
ani.
e. Genetik
dan abnormalitas kromosom
f.
Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan
embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis,
yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
2.4 Faktor
Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai
dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir, seperti :
a. Kelainan
sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada gastrointestinal.
b. Kelainan
sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.
2.5 Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena
kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus
dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian
belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal
karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena
tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis
sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar
yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas
hingga daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus.
2.6 Tanda
Gejala (Ngastiyah, 2005)
Tanda dan gejala yang sering
timbul, yaitu :
a. Bayi
muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
b. Pada
bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi
buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak
pernah rektourinarius.
c. Sedang
pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di
kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal.
d. Mekonium
tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran. (Suriadi,2001).
e. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal
pada bayi.
f. Mekonium
keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
g. Perut kembung 4-8 jam setelah lahir.
h. Bayi
muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
- Tidak ditemukan anus, kemungkinan
ada fistula
- Bila ada fistula pada
perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah
- Bayi tidak dapat buang air
besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran
abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol
(Adele,1996)
2.7 Komplikasi
a. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
b. Obstruksi
intestinal
c. Kerusakan
uretra akibat prosedur pembedahan.
Komplikasi
jangka panjang :
a. Eversi
mukosa anal.
b. Stenosis
akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi
dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah
atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia
akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula
kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.(Betz, 2002)
2.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan
dalam tindakan atresia ani yaitu :
a. Pembuatan
kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang
buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk
mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara atau permanen dari usus
besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa
hari setelah lahir. Kemudian dilanjutkan dengan operasi "abdominal
pull-through"
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty
dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi
waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini
juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status
nutrisinya.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia
ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus.
Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang
frekuensinya dan agak padat.
d. Dilakukan dilatasi setrap hari
dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau speculum
e. Melakukan operasi anapelasti
perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada
kelainan tipe dua.
f. Pada kelainan tipe tiga dilakukan
pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonates.
g. Melakukan pembedahan rekonstruktif ;
1. Operasi abdominoperineum pada usia
(1 tahun)
2. Operasi anorektoplasti sagital
posterior pada usia (8-2 bulan)
3. Pendekatan sakrum setelah bayi
berumur (6-9 bulan)
h. Penanganan
pasca operasi
1. Memberikan
antibiotic secara iv selama 3 hari
2. Memberikan
salep antibiotika selama 8-10 hari
2. Pemeriksaan Penunjang
Untuk
memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya obstruksi intestinal.
b. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari
sfingternya.
c. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi
organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor
reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
d. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi
intra vena
Digunakan
untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan
fisik rektum
Kepatenan rektal dapat dilakukan
colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bias digunakan untuk mengkonfirmasi
adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
3.1 Kesimpulan
Atresia anus
artinya anus tidak ada atau tidak berada pada tempatnya.Atresia anus merupakan
kelainan dalam perkembangan bayi saat masih dalam kandungan, penyebabnya tidak
diketahui, tetapi diduga factor genetic sedikit berperanan.diagnosis dibuat
segera setelah bayi dilahirkan (rutinitas/SOP, dimana tiap bayi baru
lahir diperiksa anusnya ada atau tidak,trsumbat atau tidak.
Namun demikian
terjadi juga keadaan ini tidak terdeteksi, dan baru diketahui setelah bayi
tidak bias BAB dan terlihat gejala sumbatan diusus. Untuk memastikan jenis
atresia dan posisinya pastinya, dilakukan pemeriksaan ronsen plus zat kontras.
MRI atau CT Scan dan juga bisa menentukan jenis dan ukuran atresia.
Tindakan
pembedahan merupakan satu-satunya cara pengobatan atresia ani. Yaitu berupa
membuat saluran darurat di dinding perut bayi (colostomy) untuk menyalurkan feses,
beberapa bulan kemudian baru dipindahkan ke bagian anusnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Sudarti.2010.
KELAINAN DAN PENYAKIT PADA BAYI DA ANAK.YOGYAKARTA
: Nuha Medika
Muslihatun,
Wafi Nur. 2010. ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN
BALITA.Yogyakarta : Fitramaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar